Pilihannetizen.id – Debat cawapres menjadi ujian bagi para kandidat dalam menunjukkan kedalaman pengetahuan sekaligus kematangan sikap kepada calon pemilih. Hanya saja, dalam debat keempat Pemilihan Presiden 2024, Minggu (21/1/2024) malam, strategi provokasi emosi masih cenderung mendominasi sehingga dinilai mengaburkan substansi yang justru krusial untuk disimak calon pemilih.
Debat di Jakarta Convention Center pada Minggu malam itu bertema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.
Di segmen-segmen awal, ketiga cawapres, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, relatif fokus pada substansi debat dan tidak banyak saling sindir. Misalnya, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyinggung implisit penguasaan ratusan ribu hektar lahan oleh salah seorang warga yang berbanding terbalik dengan kepemilikan lahan oleh petani lokal. Topik yang sama juga pernah dipertanyakan capres nomor urut 1, Anies Baswedan, kepada Prabowo Subianto pada debat capres dua pekan lalu.
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, juga membahas kontradiksi kebijakan mewujudkan kedaulatan pangan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Di tengah masih besarnya impor pangan, menyusutnya jumlah petani, tetapi nilai subsidi pupuk kian tinggi. Dalam konteks itu, program food estate juga bermasalah. ”Food estate gagal dan merusak lingkungan, yang benar saja. Rugi dong kita?” ujar Mahfud.
Saat pendalaman visi dan misi, cawapres nomor urut 2, Gibran, mulai menyerang kandidat lain. Saat menanggapi jawaban Muhaimin atas pertanyaan panelis soal dampak perubahan iklim pada ketersediaan pangan, misalnya, Gibran menyebut Muhaimin menjawab dengan melihat catatan. ”Enak banget ya, Gus, jawabnya sambil baca catatan,” katanya.
Saat menjawab pertanyaan panelis soal subtema desa, Muhaimin membuka kalimatnya dengan menyatakan dirinya membuat sedikit catatan. ”Yang penting bukan catatan MK (Mahkamah Konstitusi),” ujarnya. Pada segmen yang sama, Gibran membalas Muhaimin. ”Nah, gitu dong, Gus. Jangan terlalu tegang kayak debat cawapres kemarin,” ucap Gibran.
Pada segmen tanya jawab antarkandidat, saat menjawab pertanyaan dari Muhaimin soal rencana strategi pembangunan berbasis bioregional, Gibran memulai jawabannya dengan mempertanyakan komitmen Muhaimin pada lingkungan hidup. “Gus Muhaimin ini lucu, ya, menanyakan lingkungan hidup, tetapi kok pakai botol plastik. Padahal saya, Prof Mahfud, dan Pak Ganjar pakai botol kaca,” ujarnya.
Tak hanya terhadap Muhaimin, pola serupa diterapkan Gibran saat tanya jawab dengan Mahfud. Gibran menanyakan soal greenflation atau inflasi hijau. Sama seperti sebelumnya, ia kembali diingatkan untuk menjelaskan istilah itu. Namun, ia berkilah tidak menjelaskannya secara langsung karena menghormati Mahfud yang seorang profesor.
Saat Mahfud menjawabnya dengan konsep ekonomi hijau, Gibran meresponsnya dengan gestur melihat ke kanan dan ke kiri sambil membungkukkan tubuhnya. Dengan gestur tersebut, kata Gibran, dirinya mencoba mencari jawaban Mahfud yang dinilai tak menjawab pertanyaan yang ditujukan. Mahfud pun enggan menanggapi.
”Saya juga ingin mencari, tuh, jawabannya ngawur juga. Mengarang-ngarang tidak karuan, mengaitkan dengan sesuatu yang tidak ada. Dalam akademis, pertanyaan begitu, tuh, recehan, tidak layak dijawab. Saya kembalikan saja kepada moderator, tidak layak ini, tidak ada jawabannya. Saya kembalikan, tidak ada gunanya menjawab,” tutur Mahfud.
Ketika giliran bertanya kepada Gibran soal janji Jokowi untuk tidak mengimpor komoditas pangan pada debat capres 2019, Mahfud menyinggung tidak akan memberikan pertanyaan receh atau menjebak karena menghormati posisi Gibran sebagai cawapres. Menanggapi itu, Gibran menyampaikan dugaan bahwa Mahfud tengah merajuk karena dua kali diberikan pertanyaan sulit. Selain ditanya soal inflasi hijau, pada debat cawapres sebelumnya ia juga menanyakan soal carbon capture kepada Mahfud.